Bantu Selamatkan Masa Depan Ratusan Anak Yatim dan Terlantar di Sumbawa!

Tahun 2004 saya ke Indonesia, saya melihat banyak anak jalanan di lampu merah. Saya sedih, sedih sekali melihat banyak anak buang masa depannya di jalanan dan tidak bisa sekolah. (Chaim Fetter). Chaim Fetter, pria asal Belanda yang datang ke Indonesia di tahun 2004, merasa iba ketika melihat banyak anak bekerja di jalanan Lombok.

Hal itu juga yang menjadi titik balik kehidupan Chaim, di mana ia akhirnya tergerak untuk membantu anak-anak jalanan ini dengan mulai mendirikan Yayasan Peduli Anak pada tahun 2005. Kini,18 tahun sudah Chaim berjuang untuk menyelamatkan anak-anak jalanan, yatim, dan terlantar di NTB. Saya tdak sekolah, karena tidak ada sepatu, seragam, tas dan buku. (Okta).

Okta (13 tahun) adalah anak yatim yang putus sekolah demi mencari nafkah sebagai tulang punggung keluarga. Dia bekerja sebagai buruh di toko potong kaca. Upahnya tidak seberapa, tapi dari sanalah dia menggantungkan hidup untuk menyokong kehidupan ibu serta adiknya. Tidak hanya itu, Okta juga bekerja sebagai kurir di dekat rumahnya sepulang dari toko potong kaca.

Okta tinggal bersama ibu dan adiknya yang masih kecil di rumah gubuk. Kondisi tempat tinggal mereka begitu memprihatinkan. Bahkan, Okta dan adiknya menderita scabies beberapa tahun ini. Kaki dan tubuh mereka dipenuhi luka dan nanah. Ketika gatal menyerang, Okta dan adiknya tidak bisa menahan untuk menggaruk sekujur tubuh mereka.

Nasib serupa tidak hanya dialami oleh Okta. Masih banyak anak di Sumbawa yang juga masih hidup dalam derita. Sumbawa adalah sebuah pulau, bagian dari NTB, Indonesia. Di pulau ini, banyak anak yang terlantar dan hidup dalam kekurangan. Hal ini diperparah dengan kondisi geografis Pulau Sumbawa di mana akses untuk mengenyam pendidikan yang layak juga jauh. Masalah ini menmbuat masa depan mereka terancam, dan peluang untuk keluar dari linkaran derita semakin kecil.